Jakarta (wartalogistik.com) - Lima pimpinan pusat asosiasi logistik melayang surat kepada Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, per tanggal 5 Agustus 2024 perihal penolakan atas tidak diperlukannya kesepakatan dengan asosiasi dalam penetapan tarif penyediaan dan/atau pelayanan kegiatan pengusahaan di pelabuhan dan tarif usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan.
Kelima pimpinan pusat asosiasi perusahaan logistik itu yakni Ketuan Umum Gabungan Importir Seluruh Indonesia (Ginsi), Capt. Subandi; Ketua Umum Gabungan Ekspor Impor Indonesia (GPEI), Benny Sutrisno; Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners' Association (INSA), Carmelita Hartoto ; Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia, Juswandi Kristanto; Assosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Johan.
Penolakan kelima asosiasi itu disampaikan karena proses pembuatan Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) Tarif Jasa Kepelabuhanan,
tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Penyediaan Dan/Atau Pelayanan Kegiatan Pengusahaan Di Pelabuhan
Selain itu juga terkait Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Perhubungan terkait Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan Di Perairan meliputi Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Usaha Jasa Terkait Dengan Angkutan Di Perairan.
Kelima ketua umum itu menyebutkan dalam RPM tersebut yang ditolak meliputi, RPM Tarif Jasa Kepelabuhan Pasal 26 yang menyebutkan bahwa penetapan tarif awal jasa kepelabuhanan tidak memerlukan kesepakatan antara penyedia jasa dan asosiasi pengguna jasa.
Pada Pasal 27 Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan hanya memerlukan masukan dan tanggapan jasa tertulis dari asosiasi pengguna jasa dan tidak memerlukan berita acara kesepakatan antara pengguna jasa dan asosiasi pengguna jasa.
Di bagian lainnya yakni, Pasal 29 khususnya di dalam jasa kapal, penetapan tarif awal, dan penyesuaian tarif jasa pemanduan dan penundaan hanya memerlukan masukan dan tanggapan jasa tertulis dari asosiasi pengguna jasa dan tidak memerlukan berita acara kesepakatan antara pengguna jasa dan asosiasi pengguna jasa.
Adapun keberatan di RPM Usaha Jasa Terkaiy meliputi pasal 7 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan, penetapan tarif pelayanan jasa usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan ditetapkan oleh Penyedia Jasa berdasarkan kesepakatan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.
Selanjutnya, dalam hal diperlukan, Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa dalam penetapan tarif pelayanan jasa usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diwakilkan oleh asosiasi.
Atas dasar rancangan kedua RPM tersebut , maka kelima asosiasi beralasan bahwa pentingnya berita acara kesepakatan antara Penyedia Jasa Pengguna Jasa yang diwakili asosiasia adalah ; asosiasi pengguna Jasa Kepelabuhanan memiliki informasi mengenai biaya-biaya kepelabuhanan yang dikenakan dari penyedia jasa kepelabuhanan disetiap daerah , sehingga bisa mewakilkan untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat antara Penyedia Jasa Kepelabuhanan dan Pengguna Jasa Kepelabuhan .
Selain itu juga berita acara untuk menciptakan tarif yang wajar dan tidak memberatkan pengguna jasa kepelabuhanan.
Dan, berita acara kesepakatan merupakan bukti formal dari suatu kesepakatan yang mengikat antara Penyedia Jasa Kepelabuhanan dan Pengguna Jasa Kepelabuhan atas tarif awal sehingga bisa mengatasi adanya perubahan tarif secara sepihak.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar