Jakarta (wartalogistik.com) - Upaya menciptakan lingkungan perairan bersih dari limbah terus di lakukan Kantor Kesyahbandaran Utama (KSU) Tanjung Priok, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan dengan meluncurkan program Manajemen Limbah Kapal Terpadu pada pada hari Jumat (20/11).
Ruang Lingkup dari manajemen limbah kapal terpadu ini adalah pengelolaan limbah kapal untuk semua jenis limbah yang berasal dari kapal (Ship Generated Waste) seperti dari pengoperasian permesinan kapal, pemeliharaan kapal, kegiatan domestik kapal (dapur, cucian, kamar mandi), pembersihan muatan dan ruang muat, termasuk limbah sisa muatan (Cargo Residues) yang diangkut kapal yang tidak dapat dibongkar bersama muatan pada saat proses bongkar muat.
Namun demikian, manajemen limbah kapal terpadu ini tidak termasuk penanganan barang/muatan berbahaya yang merupakan bagian dari muatan yang diangkut oleh kapal, karena untuk muatan telah diatur di dalam IMDG dan manajemen penanganan muatan/barang berbahaya,
“Tujuan utamanya tentunya adalah mengurangi dampak pencemaran dari limbah yang berasal dari kapal hingga sampai ke level yang aman bagi Kesehatan manusia dan lingkungan, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku,” ujar Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Capt. Wisnu Handoko pada acara Podcast Syapa, Syahbandar Utama Tanjung Priok Menyapa, yang ditayangkan perdana, (19/11).
Lebih lanjut, Wisnu mengungkapkan, Program Manajemen Limbah Kapal Terpadu ini dibuat dan disusun secara bersama-sama oleh Kantor Syahbandar Utama Tanjung Priok, Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok dan PT. Pelindo II, yang permberlakuannya hanya di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok.
“Kami memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mendukung Program Manajemen Limbah Kapal Terpadu ini, dengan menggabungkan dua sistem existing milik Kementerian Perhubungan, yakni Sistem Pelaporan Kapal Inaportnet, dengan Port Waste Management System milik PT. Pelindo 2,” terang Wisnu.
Wisnu menjelaskan, bahwa paling lama satu kali 24 jam atau pada saat melaporkan warta kedatangan kapal (SPM), operator kapal/agent harus sudah mengajukan permohonan rencana penurunan/bongkar limbah dari kapal yang sudah diklasifikasikan menurut jenis dan jumlah limbahnya melalui sistem inaportnet. Sedangkan BUP/pelindo/tersus harus sudah menyediakan tempat, reception facility dan penunjukan transporter.
BUP/ Operator Terminal khusus, lanjutnya dapat mengenakan tarif pananganan limbah sebagai pembiayaan dalam penanganan limbah dan penyadiaan sarana-prasarana pengelolaan limbah seperti personil, sarana prasarana dan administrasi. Tarif yang di tetapkan harus disepakati oleh para pihak dan di ketahui oleh Otoritas Pelabuhan serta di sosialisasikan secara transparan oleh BUP/OT.
“Dalam pengelolaan limbah di Pelabuhan tentunya tidak bisa gratis, karena ada kegiatan yang mengerahkan sumber daya meliputi personil, sarana, prasarana dan administrasi. Untuk itu pihak BUP/OT sebagai pengelola limbah harus mengalokasikan biaya penanganan limbah yang dikenal sebagai Recovery Cost atau Waste Fee yang harus disepakati oleh seluruh pihak. Di sinilah peran Syahbandar selaku regulator untuk memfasilitasi agar semua pihak dapat mencapai kesepakatan,” tukasnya.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar