Jakarta (wartalogistik.com) - Salah satu alumni Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Capt. Bobby R. Mamahit berharap Kementerian Perhubungan membangun sistem pengawasan yang berlangsung di kampus sekolah pelayaran benar-benar signifikan, sehingga bisa dilakukan pengawasan secara penuh di kampus, mangingat yang diawasi adalah individu yang mempunyai karakter berbeda dari lingkungan sebelumnya.
" Pengawasan di dalam kampus menjadi ujung tombak dalam membuat taruna terhindar melakukan prilaku negatip termasuk kekerasan sesama taruna. Dan semua pihak yang ada di dalam sistem pendidikan di kampus dengan tugasnya masing-masing itu ikut bertanggung jawab atas kegiatan pengawasan," jelas Capt. Bobby R. Mamahit, melalui sambungan telepon seluler, Minggu (12/5).
"Sebab sistem pembinaan apapun yang dibangun di kampus, jika pihak taruna tidak mematuhinya, maka dengan segala cara mencari celah untuk tetap bertindak diluar ketentuan, termasuk kekerasan sesama taruna," sambung Capt. Bobby R. Mamahit angkatan 18 (1979).
Untuk kasus di STIP Jakarta, tambah Capt . Bobby R. Mamahit, masalahnya juga terkait konsentrasi pengawasan di dalam asrama atau lingkungan kampus tidak berlangsung secara siginifikan.
Kegiatan pengawasan terbagi dua, menurut menurut mantan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Perhubungan, Kementerian Perhubungan, yakni pengawasan langsung dan pendukung. Pengawasan langsung merupakan, tugas bagian pengawas yang mengawasi taruna di kampus maupun asrama. Pengawas pendukung, semua pihak yang ada dan terkait dalam kegiatan pendidikan di kampus.
" Jadi semua pihak ikut terlibat dalam kegiatan pengawasan," ujar Capt. Bobby R. Mamahit.
Terkait alasan pengawasan yang menjadi perhatian Capt. Bobby R. Mamahit, karena taruna yang masuk punya karakter, prilaku yang berbeda-beda dan tidak serta akan menerima kegiatan pembinaan mental di kampus.
" Misalnya, pembinaan taruna sudah berlangsung sesuai SOP. Taruna yang menjalani pembinaan seakan mematuhinya. Namun sikap mematuhi saat dalam pembinaan di kelas atau di suatu kegiatan, apakah akan terbawa pada saat di luar kelas, misalnya di dalam kamar, di ruang-ruang istirahat atau diluar kegiatan belajar," jelas Capt . Bobby R. Mamahit.
" Jika pembinaan itu tidak membuat taruna mematuhinya, maka ia akan membuat aksi di luar kelas. Dan, jika peranan pengawasan sangat lemah, maka prilaku negatif taruna tidak bisa terdeteksi, meski ada perangkat CCTV maupun yang lainnya, " tambah Capt. Bobby.
Untuk itu kedepannya, lanjut Capt. Bobby R. Mamahit, kegiatan pengawasan di dalam kampus harus ditingkatkan. Kegiatan pengawasan oleh semua pihak benar-benar memanfaatkan sarana pengawasan di dalam kampus, mulai dari rumah dinas dan mess perwira yang disediakan di kampus, sampai pada ruang pusat monitoring CCTV.
" Keberadaan pejabat kampus, pengajar, instruktur atau petugas pengawas yang mengisi rumah dinas dan mess perwira, akan menjadi bagian bentuk pengawasan tersendiri melalui kegiatan non formalnya. Petugas pengawas monitoring CCTV yang secara terus menerus akan melihat perkembangan kegiatan taruna," tegas Capt. Bobby R. Mamahit.
" Jadi prilaku negatip taruna, bukan hanya karena pembinaannya dengan sistem semi militer atau baju seragam yang menandakan senior yunior saja, melainkan juga pengawasan yang lemah yang membangun kesempatan berbuat negatip," kata Capt . Bobby.
" Apalagi berharap membina taruna dengan moratorium, tidak menerima taruna baru tahun ini, untuk mengurangi jumlah taruna STIP dan memotong mata rantai senior yunior, bukan suatu hal yang pas," tegas Capt. Bobby.
Sebagai alumni sekolah pelayaran, Capt. Bobby R. Mamahit merasakan bagaimana "penderitaan" sebagai yunior. Namun tidak semua senior melakukan penekanan terhadap yunior, bahkan banyak senior yang juga membela dan mengayomi yunior, manakala disakiti.
" Keberadaan pejabat, pengajar, instruktur dan pihak yang berada di rumah dinas dan mess perwira menjadi bagian bagi kami untuk selalu diawasi, bahkan bisa mengakrabkan di waktu usai pembelajaran ketika bertemu di lingkungan kampus," tutup Capt.Bobby Mamahit seakan mengenang menjadi taruna STIP ketika masih bernama Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) di kawasan Mangga Dua, Ancol, Jakarta Pusat.
Kasus penganiayaan taruna STIP Jakarta berujung tewas dialami oleh Putu Satria Ananta Rustika . Putu tewas dianiaya seniornya yang bernama Tegar Rafi Sanjaya (21) pada Jumat (3/5)
Pelaku penganiayaan tidak sendirian. Tiga tersangka lainnya yakni AKAK, WJP, dan FA juga ditetapkan oleh pihak Polres Jakarta Utara pada Kamis 8 Mei 2024.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar