Jakarta (wartalogistik.com ) – Indonesia dengan jumlah kapal yang terbilang besar sampai saat ini pasrah, adanya peralatan keselamatan pelayaran pada kapal yang masuk, tanpa adanya rekom atau approval dari otoritas keselamatan pelayaran, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kemenhub. Terbukti peralatan kespel di kapal itu, tidak mendapat approvel lagi di dalam negeri, bisa langsung dipakai dengan jaminan sudah ada sertifikat dari user di luar negeri.
Keadaan tersebut, keliatan akan berakhir. Info yang diterima redaksi, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, akan mempersiapkan adanya pengawasan pada peralatan kespel asing tersebut. Caranya melalui pengujian dan diakhiri dengan rekom atau approval.
Untuk membumikan pengujian, saat ini sedang disiapkan lembaga pengujinya, sumberdaya pemeriksa dan penguji. Memang masih panjang, namun paling tidak hal itu pada saatnya akan dilakukan adanya approval pada peralatan kespel di kapal- kapal di dalam negeri.
Keinginan itu semakin dikuatkan, ketika Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang mewakili Indonesia bersama 174 negara maritim dunia lainnya membahas isu sistem dan perlengkapan keselamatan kapal di sidang International Maritime Organization (IMO) Sub Committee on Ship System and Equipment (SSE) ke-10 pada tanggal 4 s.d.8 Maret 2024 di IMO Headquarter, London Inggris.
Dalam siaran pers Ditjen Hubla itu, disebutkan, kehadiran delegasi dari Indonesia itu untuk memberikan masukan dan berkontribusi di setiap pelaksanaan sidang IMO untuk memperjuangkan kepentingan nasional di sektor transportasi laut dunia.
"Sidang Sub Committee SSE ke-10 ini dibuka oleh Sekretaris Jenderal IMO, Arsenio Dominguez dan dipimpin oleh U. Senturk dari Turki, Vice Chairman, C. Aliperta dari Palau yang diikuti oleh perwakilan dari 175 negara anggota IMO, Associate Member IMO, Observer dari Intergovernmental dan Non Governmental yang khusus membahas Sistem dan Perlengkapan Keselamatan Kapal," jelas Atase Perhubungan KBRI London yang juga Wakil Tetap Pengganti Indonesia untuk IMO, Barkah Bayu Mirajaya di sela-sela Sidang, Senin (4/3).
Memang dalam siaran pers tidak disebutkan apa masukan dari Indonesia secara rinci apa yang dilakukan otoritas kespel nantinya. Namun sebagai negara berdaulat pemeriksaan, pengujian dan approval atas penggunaan peralatan kespel di kapal oleh otoritas pemerintah merupakan hal yang wajar.
Menurutnya, sidang SSE ke-10 ini menarik karena beberapa pembahasan isu sistem dan perlengkapan keselamatan kapal yang perlu mendapatkan perhatian dari Pemerintah Indonesia serta beberapa isu lainnya seperti isu keselamatan pengangkutan muatan/cargo baterai lithium.
Selain itu, juga dibahas mengenai persyaratan baru untuk peningkatan keselamatan bagi life Boat dan Rescue Boat, peningkatan sistem perlindungan terhadap kebakaran, prosedur pemeriksaan dan pengujian terhadap alat-alat keselamatan serta teknologi untuk mengurangi resiko kapal yang mengangkut kendaraan dengan energi baru seperti baterai.
"Tentu saja pembahasan teknis dengan isu tersebut menjadi perhatian dari Pemerintah Indonesia karena Pemerintah Indonesia sangat mendukung upaya peningkatan dan optimalisasi sistem juga perlengkapan keselamatan kapal agar kapal yang berlayar di perairan manapun dapat mengimplementasikan standar keselamatan yang sama," ujar Barkah.
Namun demikian, Pemerintah Indonesia juga harus memastikan bahwa sistem dan perlengkapan keselamatan kapal tersebut yang nantinya akan ditetapkan sebagai standar oleh IMO tersebut tidak akan memberatkan bagi para pengusaha pelayaran khususnya terhadap pengoperasian kapal-kapal berbendera Indonesia.
"Apa yang nantinya dibahas dan disetujui oleh Sidang Sub Committee akan dibawa ke pembahasan Committee sebelum diputuskan dalam Sidang Council. Peranan Indonesia memastikan agar hasil sidang Sub Committee ini selaras dan berpihak terhadap kepentingan nasional. Oleh karena itu, Delegasi Indonesia aktif memberikan masukan-masukan positif, efektif dan efisien sehingga saat diimplementasikan nantinya tidak akan memberatkan para pengusaha pelayaran juga operator kapal khususnya kapal berbendera Indonesia," jelas Barkah.
Adapun masukan-masukan Indonesia tertuang dalam Intervensi yang disampaikan oleh delegasi Indonesia, yang juga merupakan salah satu bentuk komitmen dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Maritime Administrator di Indonesia yang diakui oleh IMO.
“Administrasi Maritim di Indonesia dimandatkan kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan sesuai apa yang telah dimandatkan dalam peraturan Presiden nomor 23 tahun 2022 pasal 45 ayat (1). Sehingga seluruh kegiatan kemaritiman dan khususnya yang berkaitan dengan penerapan Konvensi IMO, wajib dilaporkan kepada IMO melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” tutupnya.
Sebagai informasi, Sidang IMO Sub Committee SSE ke-10 merupakan sidang Sub Komite yang menangani masalah teknis dan operasional yang berkaitan dengan sistem dan peralatan pada semua jenis kapal seperti Ship, Vessel, Craft dan Mobike Units yang tertuang dalam instrumen IMO diantaranya adalah perlengkapan keselamatan kapal, sistem deteksi kebakaran dan alat pemadam kebakaran.
Pada sidang ini, tercatat delegasi Indonesia yang hadir adalah para perwakilan dari Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut, Direktorat Transportasi Sungai, Dan Penyeberangan Ditjen Perhubungan Darat, Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Biro LPPBMN Kementerian Perhubungan, Balai Teknologi Keselamatan Pelayaran (BTKP), Atase Perhubungan RI di London, PT. Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI).
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar