Jakarta (wartalogistik.com) - Pemerhati maritim, Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Ponto menyatakan, saat ini tidak tepat melakukan perubahan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, karena pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), Kementerian Perhubungan sampai saat ini mampu menjalankan amanat yang tertuang dalam pasal-pasal yang ada di dalam regulasi itu.
" Bahkan jika salah dalam melakukan perubahan akan membuat lembaga (Ditjen Hubla) yang selama ini membina aspek keselamatan pelayaran terancam bubar," kata Soleman B. Ponto, hari Minggu malam (15/10).
Apa yang disampaikan, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI, Soleman Pontoh terkait adanya rencana di DPR RI yang akan melakukan perubahan pada UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
" Namun berbeda jika perobahan mempunyai kepentingan tertentu. Misalnya agar supaya Bakamla menjadi coast guard. Kalau hanya untuk Bakamla ( Badan Keamanan Laut) jadi sea and coast guard tidak perlu merubah UU Pelayaran," kata Soleman B. Ponto.
"Sebab untuk pembentukan sea and coast guard sudah ada dasar hukumnya yakni menggunakan UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang pada pasalnya disebutkan cara pembentukan sea and coast guard yakni, dengan menggabungkan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan Bakamla," sambung Soleman Ponto.
Lebih jauh disampaikan juga terkait rencana perubahan itu tidak wajar, jika merubah definisi pelayaran sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat 1 UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran sama saja dengan membubarkan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla). Dalam pasal yang dimaksud itu menyebutkan definisi pelayaran yakni pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
" Jika salah satu bagian dari definisi itu dirubah, dengan menghilangkan salah satu sub sistemnya, seperti sistem keselamatan dan keamanan pelayaran atau perlindungan maritim atau yang lainnya, maka sama dengan menghilangkan peran dan tugas dan fungsi Ditjen Hubla. Itu sama saja dengan membubarkan Ditjen Hubla," jelas Soleman B. Ponto.
Perubahan itu juga dipandang, tidak akan terjadi efisiensi dan mencerminkan debirokratisasi. Malah yang akan terjadi adalah akan memunculkan lembaga baru dari yang sudah ada selama ini yang juga mempunyai tugas dan fungsi yang sama yakni penegak hukum di laut.
" Dengan begitu para stake holder akan kehilangan kepastian hukum, karena semakin tidak jelas pemilik kewenangan penegakan hukum yg menyangkut kapal dan pelabuhan," ungkap Soleman Ponto.
Untuk itu Soleman Ponto mendesak agar DPR RI lebih menitik beratkan mendorong Kementerian Perhubungan membina aspek keamanan dan keselamatan menjalankan pasal-pasal yang ada dan bukan melakukan perubahan.
" Jika masih ada hal-hal baru karena perkembangan lingkungan maupun teknologi, maka bukan berarti melakukan perubahan, tetapi penambahan untuk memperkuat peran Ditjen Hubla, atau membuat regulasi teknis dibawah UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran," tutup Soleman Ponto.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar