Upaya Peningkatan Pelayanan Pelabuhan Dari Timur Ke Barat
Kementerian BUMN akan melakukan transformasi manajemen pengelolaan BUMN Bidang Kepelabuhanan melalui konsep sinergi dan integrasi PT Pelabuhan Indonesia I – IV, menjadi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Dengan perubahan pengelolaan pelabuhan dari berbasis wilayah menjadi usaha, diharapkan terjadi peningkatan layanan pada pelabuhan dari ujung timur sampai barat Indonesia.
Untuk mencapai harapan pada meningkatnya pelayanan tentunya membutuhkan pembuktian dan membutuhkan perangkat yang sangat komplek, mengingat peningkatan pelayanan pelabuhan memiliki bagian sendiri-sendiri yang saling terkait satu sama lainnya.
Namun demikian untuk tahap awal yang bisa dilihat dari hasil integrasi itu adalah total nilai kinerja usaha Pelindo yang menjadi cermin kinerja pelabuhan di Indonesia untuk disandingkan dengan kinerja pelabuhan internasional. Setelah sinergi dan integrasi Pelindo diyakini menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.
Peningkatan pelayanan menjadi suatu keharusan dalam dunia usaha yang persaingannya semakin tinggi dan ketat. Memang sudah disebutkan oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmojo sinergi dan integrasi BUMN Bidang Kepelabuhan ini berlangsung pada 1 Oktober 2021. Ketetapan waktu tranformasi menjadi Pelindo disampaikan didepan Direksi Pelindo 1 – 1V pada Rabu (1/9) dalam webinar dengan media.
Namun demikian, disebutkan juga untuk melangsungkan sinergi dan integrasi masih dibutuhkan dasar hukum yakni Peraturan Pemerintah. Sebab ke empat BUMN bidang pelabuhan itu berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP), maka perubahannya juga menggunakan PP.
Sambil menunggu terjadinya integrasi, perlu juga menjadi bahan bahasan yang sangat penting, bagaimana kegiatan transformasi ini berjalan mulus. Jangan sampai ketika berlangsung sinergi dan integrasi, muaranya berdampak negatip pada operasional pelabuhan yang pada akhir harapan peningkatakan pelayanan pelabuhan tidak tercapai.
Jika operasional satu pelabuhan saja menghadapi masalah dampaknya akan terlihat sampai skala nasional. Apalagi jika banyak pelabuhan yang selama ini dikelola oleh Pelindo I-IV yang tersebar di seluruh nusantara menghadapi kendala operasional, tentunya akan berpengaruh pada skala internasional. Akibatnya membuat nama buruk bagi Indonesia dimata internasional dan pada akhirnya berimbas pada anjloknya perekonomian nasional dan daerah. Sebab pergerakan barang masuk pelabuhan terhambat, distribusi barang ke pemilik barang pun lamban, pemilik barang berproduksi terlambat, dan pada akhirnya barang langka. Dan, pada gilirannya tentu saja membuat harga jual menjadi naik, bahkan terjadi kemacetan perekonomian secara nasional, bahkan mengganggu pada skala internasional.
Masalah transformasi manajemen bil khusus manajemen BUMN Bidang Kepelabuhanan dapat dibicarakan melalui dua sudut pandang, yakni dengan memandangi masa lalu dan masa depan. Pandangan ke masa lalu disebut dengan pandangan retrospektif, dan pandangan masa depan dengan sebutan prospektif.
Pada pandangan masa lalu tentunya dilakukan dengan melihat sejarah, jejak perjalanan badan usaha negara itu sendiri atau adanya studi-studi historis tentang proses tranformasi manajemen kepelabuhan milik negara itu pada periode tertentu pada masa lampau.
Pada pandangan prosepktif tentunya memunculkan gagasan-gagasan yang sifatnya antisipatoris atau mempersiapkan diri untuk sesuatu yang akan terjadi. Dari padangan yang kedua ini tentunya dilalui juga dengan riset-riset yang secara sederhana menjawab teori-teori manajemen plus data kinerja perusahaan dan lingkungan yang berkembang.
Dua pandangan di atas kelihatannya juga sudah dilakukan jika mengacu pada pernyataan dari Kartika Wirjoatmojo yang menyatakan rencana integrasi adalah rencana lama yang dilakukan saat ini. Namun demikian, tentunya timbul pertanyaan. Apakah ketika menjalani proses retrospektif dan prospektif itu dilalui dengan data terbaru, factual (sebagaimana adanya) independen (bebas nilai).
Tulisan ini tidak pada menjawab pertanyaan di atas, mengingat pemerintah selaku pengelola asset negara tentunya berorientasi pada regulasi yang sangat mendasar yang termaktub dalam UUD 1945 Perubahan Keempat Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Pada Pasal 33 (4) disebutkan, Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dan, haqul yakin berorientasi pada pasal tersebut, maka persiapan pun sudah matang.
Namun demikian tulisan ini sebagai bagian turut serta memberikan masukan yang konstruktif, pada hari-hari menjelang berlangsung sinergi dan integrasi sebagaimana yang dikatakan oleh Kartika Wirjoatmojo yang masih dipersiapkan Peraturan Pemerintah sebagai landasan regulasi pengintegrasian tersebut.
Pandangan retrospektif
Keberadaan BUMN Pelabuhan Indonesia I- IV tidak lepas dari proses tranformasi sebelumnya, yang dimulai pasca Kemerdekaan RI dari pengalihan pengelolaan pelabuhan yang dilakukan tangan penjajah, sampai berbentuk PT yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Melihat transformasi yang ada pada PT Pelabuhan Indonesia I – IV selama ini terlihat proses yang berlangsung adalah proses manajemen pengelola. Mulai dari pengelola Pemerintah ( Jawatan dan Badan Pengelola Pelabuhan/BPP), semi pemerintah dan semi perusahaan (Perusahaan Negara/PN) sampai pada dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (PT). Praktis transformasinya lebih bersifat “kepemilikan” dan nomenklatur di dalam badan usaha negara itu sendiri.
Keberadaan BUMN hasil tranformasi tempo doeloe manghasilkan kinerja yang jauh lebih fokus, mengingat pengelolaan pelabuhan berpijak pada wilayah Indonesia yang mempunyai karakter kedaerahan masing-masing, keadaan ekonomi wilayah masing-masing, jenis usaha di daerah masing-masing. Dampaknya tentu saja masing-masing BUMN keempat pelabuhan itu berbeda pertumbuhan kinerjanya, namun tetap sama dalam proses operasional berbasis standar operasional layanan.
Kesamaan manajemen operasional bisa terlihat ketika terjadi perubahan lingkungan eksternal, keempat pelabuhan milik negara itu bisa saling bersinergi. Semisal ketika ekternal membutuhkan efisiensi melalui layanan digital, masing-masing keempat pengelola pelabuhan itu cepat memenuhi. Ketika permintaan pengguna jasa lebih maju lagi agar layanan terintegrasi dalam satu sistem digital, bisa juga dipenuhi. Dan, kini ketika Inpres No. 5 Tahun 2020 Instruksi Presiden (INPRES) tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional diberlakukan, serempak sepakat mengikuti proses amanat Presiden RI, Joko Widodo.
Pandangan prospektif
Dengan tema Indonesia Tumbuh Indonesia Maju, Kementerian BUMN selaku pembina BUMN termasuk BUMN Bidang Kepelabuhanan terus bergerak mencari celah untuk memajukan badan usaha yang dibinanya. Dari rencana lama yang kini akan diberlakukan berupa tranformasi manajemen berbasis pada bidang usaha. Hal itu terlihat dengan akan adanya pemisahan jenis usaha, yakni jenis usaha Multi Moda akan berpusat di Medan, jenis Usaha Logistik berpusat di Jakarta, di Surabaya menjadi pusat jenis usaha Peti Kemas dan di Makassar menjadi jenis usaha Marine.
Kantor pusat jenis usaha berada di masing-masing dari kantor Pelindo I – IV memperlihatkan kegiatan pengelolaan terbaru akan menjadi perubahan besar dari dalam pengelolaannya.
Melihat ke depan sesungguhnya terdapat kenyataan-kenyataan baru yang muncul, kenyataan baru yang muncul itu mempunyai sifat-sifat yang baru pula. Dari dua keadaan di depan itu tentunya menarik untuk disandingkan dengan keadaan yang ada pada ke empat BUMN yang akan diintegrasikan itu.
Sebelum lebih jauh dengan kenyataan baru dan sifat-sifat kenyataan yang baru itu, terlebih dahulu untuk disepakati bahwa bisnis pelabuhan itu tidak berdiri sendiri. Artinya, ketika perusahaan itu ada, maka produksinya tidak langsung di market. Hal itu terjadi karena dalam bisnis kepelabuhan ada dua bagian besar yang sangat penting menjadi pertimbangannya yakni shipping line dan pemilik barang.
Dalam pakem shipping line ada dua paham yang sudah familiar yakni trade follow the ship atau ship follow the trade. Sementara itu dalam memahami keadaan pemilik barang keberadaannya tergantung pada hinterland. Jika hinterland nya berkembang dengan adanya kawasan industri atau banyak perusahaan perusahaan berproduksi, maka pelabuhan yang menjadi pintu gerbang keluar masuk barang melalui laut akan merasakan dampak positip.
Berkaca pada asumsi di atas ada pembuktian sejumlah pelabuhan yang sampai saat ini sudah baik fasilitasnya tetap saja mengalami keadaan sepi kapal yang datang dan muatan yang dilayani. Hal itu terjadi karena di pelabuhan tersebut berada pada kawasan yang wilayahnya belum berkembang industri, sehingga kebaradaan pelabuhan sebatas sebagai pendorong atau menjadi daya tarik untuk tumbuhnya industri di daerah tersebut.
Contoh pelabuhan yang sebatas menjadi pendorong suatu daerah berkembang syah-syah saja, mengingat dalam UU BUMN No 19 Tahun 2003 disebutkan BUMN berfungsi sebagai dinamisator dan stabilisator, selain juga profit center. Hal itu terlihat Pasal 2 (1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Pada rencana integrasi kelihatannya orientasi pada hinterland tentunya menjadi bagian yang sangat penting, sehingga pihak Kementerian BUMN perlu lebih dalam berorientasi ke depannya agar dalam menetapkan manajemen hasil integrasi pelabuhan negara itu menghasilkan target yang ditetapkan atau harapan yang sudah dituangkan.
Efisiensikah integrasi bagi operasional ? Harus. Karena dengan sistem digital, jika pelayanan pelabuhan dibatasi dalam bentuk proses pengajuan layanan operasional bisa lebih pendek baik dari segi waktu dan jarak. Tapi jika makna pelayanan pelabuhan dikerucutkan pada layanan operasional sandar, bongkar muat dan proses pengeluaran barang, tentu akan berbeda.
Namun lagi-lagi hal yang harus sudah terbaca dan dipahami, Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas dan menjadi akhir dari tujuan barang. Tentu saja persoalannya sangat komplek.
Pelabuhan Indonesia berbeda dengan Singapura. Pelabuhan di Singapura melayani muatan yang sebatas pindah dari kapal ke dermaga, kemudian diangkut lagi ke kapal berikutnya. Di Indonesia pelabuhan merupakan akhir dari perjalanan laut suatu barang, yang selanjutnya isi muatan dipakai untuk produksi. Memang ada muatan yang masih di dalam pelabuhan akan diangkut lagi ke pelabuhan berikutnya, namun demikian keadaan itu karena pelabuhan berikutnya belum ada kapal atau minim kapal yang sampai ke pelabuhan tersebut sehingga belum direct call dan membutuhkan kapal penjemput.
Jadi agar tercipta peningkatan pelayanan pelabuhan, termasuk layanan operasional maka kembali sumber daya manusia menjadi kunci utama, mengingat ujung tombak suatu pelayanan di pelabuhan adalah pelayanan operasional di dermaga sampai pada barang keluar dari pelabuhan. Dan, operasional kegiatan di dermaga tetap mengandalkan sumber daya manusia yang kompeten untuk mengoperasikan teknologi yang tersedia.
(Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar