JAKARTA (Wartalogistik.com)– Menanggapi video
viral yang menyebutkan anak buah kapal atau ABK Indonesia yang
meninggal di kapal berbendera Tiongkok lalu "dilempar" ke laut,
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut buka suara
terkait bagaimana seharusnya penanganan jenazah di kapal yang sedang berlayar
di laut.
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Sudiono
menyampaikan duka yang mendalam atas meninggalnya ABK berkewarganegaraan
Indonesia di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok yang sedang berlayar.
Ia juga memastikan bahwa keluarga almarhum akan
mendapatkan hak-haknya berupa pembayaran gaji selama bekerja sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
"Kami telah menghubungi Pihak perusahaan dan
memastikan hak-hak yang bersangkutan, seperti gaji, dana duka, asuransi dan
lain sebagainya dapat dipenuhi," tutur Capt. Sudiono hari ini di Jakarta
(7/5).
Pada kesempatan ini, Capt. Sudiono kembali
mengingatkan kepada WNI yang berprofesi sebagai pelaut yang ingin bekerja di
kapal baik kapal berbendera Indonesia ataupun kapal asing, pemilik kapal dan
perusahaan keagenan awak kapal (manning agent) agar lebih memahami, menaati dan
mengikuti prosedur yang telah dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk
juga perusahaan keagenan awak kapal dimana berdasarkan aturan yang berlaku
harus memiliki SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal).
"Dengan memilih perusahaan keagenan awak kapal
yang telah memiliki SIUPPAK tentunya akan lebih terjamin perlindungan bagi
pelaut yang berlayar dan jika terjadi permasalahan di kapal dapat dengan mudah
ditelusuri," jelas Capt. Sudiono.
Lalu, bagaimana sebenarnya aturan penanganan ABK
yang meninggal saat sedang berlayar?
Capt. Sudiono menjelaskan bahwa penanganan ABK yang
meninggal saat kapal berlayar sudah diatur dalam dalam ILO Seafarer’s Service
Regulation, Circular letter International Maritime Organization (IMO) No.2976 2 July 2009 mengenai Voluntary implementation
of IMO resolution A.930(22) concerning Guidelines on provision of financial
security in case of abandonment of seafarers and of IMO resolution A.931(22)
concerning Guidelines on shipowners’ responsibilities in respect of contractual
claims for personal injury to or death of seafarers, ketentuan Internasional
(international medical guide for ships) maupun Nasional (KUHD) yang menyebutkan
salah satu penanganan jenazah dilakukan dengan melarungkan ke laut.
Selain dilarung ke laut, ada penanganan lain jika
memang diduga jenazah tersebut berpotensi menyebarkan penyakit berbahaya bagi
ABK lain yaitu dapat disimpan di dalam freezer sampai tiba di pelabuhan
berikutnya (jika kapal memiliki freezer), atau jenazah dapat dikremasi dan
abunya diberikan kepada pihak keluarga.
"Artinya jika tidak ada fasilitas penyimpanan
yang sesuai untuk menangani jenazah di kapal dan jenazah sakit diduga dapat menular ke ABK
lainnya serta jarak dan waktu tempuh ke pelabuhan tidak memungkinkan untuk
dilakukan dalam waktu singkat maka sesuai ketentuan yang berlaku dalam ILO
Seafarer’s Service Regulation, jenazah tersebut dilarung ke laut," kata
Capt. Sudiono.
Selanjutnya, Capt. Sudiono menjelaskan karena yang
bersangkutan bekerja di kapal asing, maka aturan yang berlaku pada kapal
tersebut adalah peraturan negara bendera kapal tersebut.
Saat ini, kejadian yang terjadi oleh ABK WNI yang
bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok sudah ditangani oleh
Kementerian Luar Negeri dan BNP2TKI serta Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) dan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub terus memonitor kejadian ini.
Sebelumnya, dalam video yang dirilis oleh kanal
berita MBC pada Selasa, 5 Mei 2020, disebutkan para ABK Indonesia mendapat perlakuan tak layak di atas kapal
penangkap ikan tersebut. Mereka, misalnya, mengeluh tak mendapat air minum
layak serta jam kerja memadai. Bahkan, dari video itu nampak seorang ABK kapal
"melempar jenazah" ABK WNI yang telah meninggal dunia di tengah laut.
{SAFIRA/WL).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar