Jakarta (wartalogistik.com) - Pelaku usaha kapal tradisional penumpang yang melayani Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara ke kawasan Kepulauan Seribu resah menyusul akan beroperasinya kapal cepat Trans 1000 di pelabuhan itu untuk melayani penumpang dengan tujuan yang sama.
Karesahan itu disampaikan Kepala Cabang PT. SSA, Bayu ketika ditemui di Pelabuhan Kali Adem baru-baru ini.
"Selama ini hanya kapal-kapal tradisional yang melayani penumpang ke Kepulauan Seribu,, sedangkan kapal cepat ada di Marina Ancol, sehingga tidak menimbulkan persaingan layanan yang tidak seimbang, namun jika kapal cepat bisa melayani penumpang di Kali Adem dengan tarif yang tidak jauh berbeda, maka usaha kapal-kapal tradisional akan kalah bersaing dan akhirnya mati," ungkap Bayu.
Bayu juga mepertanyakan peranan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta .cq Dinas Perhubungan yang memberi kesempatan kapal cepat penumpang masuk ke Pelabuhan Kali Adem.
"Selaku pembina usaha angkutan laut lokal, Dinas Perhubungan sewajarnya melakukan pencegahan pada kapal-kapal cepat beroperasi di Pelabuhan Kali Adem, untuk menjaga keseimbangan berusaha pelaku usaha kapal tradisional, bukan malah membuat kebijakan yang mematikan usaha kapal tradisional" kata Bayu.
Meski kapal cepat belum beroperasi potensi adanya gesekan pada pelaku usaha mulai terlihat. Untuk itu Pemerintah Pusat (Ditjen Hubla) sewajarnya turun tangan menciptakan solusi terbaik (win-win solution) bagi semua pihak di dermaga/pelabuhan Kali Adem.
“Bila pemerintah mengizinkan kapal cepat beroperasi di Kali Adem, maka pasti kami akan tergusur. Padahal pemilik kapal-kapal tradisional adalah masyarakat sekitar Kepulauan Seribu,” pungkasnya.
Tanda-tanda gesekan mulai terlihat ketika pada Sabtu (17/8) Sejumlah security dari pelaku usaha kapal cepat mulai masuk pelabuhan untuk ikut melakukan pengawasan, padahal kapal cepat belum beroperasi di pelabuhan. Kaadaan sempat tegang ketika pihak pengamanan dari pelaku usaha kapal tradisional mercegahnya. (Abu Bakar)
Karesahan itu disampaikan Kepala Cabang PT. SSA, Bayu ketika ditemui di Pelabuhan Kali Adem baru-baru ini.
"Selama ini hanya kapal-kapal tradisional yang melayani penumpang ke Kepulauan Seribu,, sedangkan kapal cepat ada di Marina Ancol, sehingga tidak menimbulkan persaingan layanan yang tidak seimbang, namun jika kapal cepat bisa melayani penumpang di Kali Adem dengan tarif yang tidak jauh berbeda, maka usaha kapal-kapal tradisional akan kalah bersaing dan akhirnya mati," ungkap Bayu.
Bayu juga mepertanyakan peranan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta .cq Dinas Perhubungan yang memberi kesempatan kapal cepat penumpang masuk ke Pelabuhan Kali Adem.
"Selaku pembina usaha angkutan laut lokal, Dinas Perhubungan sewajarnya melakukan pencegahan pada kapal-kapal cepat beroperasi di Pelabuhan Kali Adem, untuk menjaga keseimbangan berusaha pelaku usaha kapal tradisional, bukan malah membuat kebijakan yang mematikan usaha kapal tradisional" kata Bayu.
Meski kapal cepat belum beroperasi potensi adanya gesekan pada pelaku usaha mulai terlihat. Untuk itu Pemerintah Pusat (Ditjen Hubla) sewajarnya turun tangan menciptakan solusi terbaik (win-win solution) bagi semua pihak di dermaga/pelabuhan Kali Adem.
“Bila pemerintah mengizinkan kapal cepat beroperasi di Kali Adem, maka pasti kami akan tergusur. Padahal pemilik kapal-kapal tradisional adalah masyarakat sekitar Kepulauan Seribu,” pungkasnya.
Tanda-tanda gesekan mulai terlihat ketika pada Sabtu (17/8) Sejumlah security dari pelaku usaha kapal cepat mulai masuk pelabuhan untuk ikut melakukan pengawasan, padahal kapal cepat belum beroperasi di pelabuhan. Kaadaan sempat tegang ketika pihak pengamanan dari pelaku usaha kapal tradisional mercegahnya. (Abu Bakar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar