YOGYAKARTA (wartalogistik.com)
- Ditjen Perhubungan Laut kembali lagi menekankan kepada stakeholder pelayaran
dan masyarakat maritim. Pemenuhan kewajiban memasang dan mengaktifkan Sistem
Identifikasi Otomatis atau Automatic Identification System (AIS) saat di
perairan Indonesia. Yang tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Perhubungan
Nomor 7 Tahun 2019 dapat meningkatkan keselamatan dan keselamatan pelayaran di
perairan Indonesia.
PM Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi Kapal yang
Berlayar di wilayah Perairan Indonesia akan diberlakukan mulai tanggal 20
Agustus 2019.
Demikian disampaikan oleh Direktur
Jenderal Perhubungan Laut yang diwakili oleh Direktur Kenavigasian, Basar
Antonius usai Rakor Sektor Satgas 115 dan Focus Group Discussin (FGD) di
Yogyakarta, Selasa (13/8/2019).
Rakor ini yang dihadiri oleh Menteri
Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti sekaligus sebagai Komandan
Satgas 115, mengangkat tema "Membangun Serta Meningkatkan Sinergitas
Operasi Penegak Hukum Stake Holder Satgas 115 Dalam Memberantas IUUF".
Direktur Kenavigasian, Basar
Antonius pada kesempatan itu sebagai salah satu narasumber terkait Sosialisasi
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan
Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal Yang Berlayar di Wilayah
Perairan Indonesia.
Basar Antonius mengatakan bahwa
Pemerintah menaruh perhatian terhadap upaya peningkatan keselamatan dan
keamanan pelayaran. Yang salah satunya dilakukan dengan memberlakukan kewajiban
pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal-kapal yang berlayar di Perairan
Indonesia baik kapal Nasional maupun kapal Asing.
Selain itu, AIS akan memberikan
dukungan terhadap implementasi penetapan Traffic Seperation Scheme (TSS) di
Selat Sunda dan Selat Lombok mengingat perhatian utama kapal-kapal asing yang
melintas adalah terkait pengaturan penggunaan dan pengaktifan terhadap kapal
non SOLAS.
"Dengan mengaktifkan AIS juga
mempermudah pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang ilegal seperti
penyeludupan, narkoba maupun illegal fishing," ujar Basar.
Basar Antonius mengatakan dengan
mengaktifkan AIS tentunya dapat mempermudah kegiatan SAR dan investigasi jika
terjadi kecelakaan kapal mengingat data kapal telah terekam.
"AIS juga mempermudah
monitoring pergerakan kapal-kapal di alur pelabuhan serta alur-alur lainnya
seperti di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)," ujar Basar.
Selain di Indonesia, kata Basar
beberapa negara lain juga sudah mewajibkan kapal yang masuk ke perairannya
untuk mengaktifkan AIS.
"AIS berbeda dengan VMS (Vessel
Monitoring System) karena AIS menggunakan frekuensi sangat tinggi dan dapat
menyampaikan laporan secara real time. Dalam pengoperasiannya tidak dikenakan
pembayaran bulanan karena menggunakan Radio Very High Frequency (VHF) 156 Mhz -
162 Mhz," jelas Basar.
Dalam pengoperasiannya, AIS dapat
langsung terdeteksi oleh stasiun Vessel Traffic Service (VTS) terdekat
sedangkan VMS tidak terdeteksi oleh stasiun VTS terdekat. Karena peralatan VMS
tidak menggunakan gelombang radio Very High Frequency (VHF).
Basar Antonius juga menjelaskan
bahwa sebelumnya, Pemerintah telah meminta masukan dan tanggapan dari
stakeholder pelayaran juga masyarakat maritim sehingga substansi dari PM No. 7
tahun 2019 ini tentunya telah mengakomodir dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan
dan pada akhirnya diundangkan tanggal 20 Februari 2019.
"Jadi, Pemerintah tidak serta
merta membuat suatu aturan dengan tidak melibatkan stakeholder juga masyarakat
maritim," tegasnya.
Informasi, Peraturan Menteri
Perhubungan PM Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem
Identifikasi Otomatis (AIS) Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan
Indonesia akan diberlakukan mulai tanggal 20 Agustus 2019 yang mewajibkan semua
kapal yang berlayar di perairan Indonesia memasang dan mengaktifkan AIS.
Sistem Identifikasi Otomatis
(Automatic Identification System) yang selanjutnya disebut AlS adalah sistem
pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang
menyampaikan data-data melalui VHF
Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal
lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan/atau stasiun radio
pantai (SROP).
Ada dua kelas tipe AIS yang yaitu
AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada
Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at
Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib
dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan
antara lain, Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling
rendah GT 35, serta Kapal yang berlayar antar lintas negara. Melakukan
barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Selain itu, yang wajib memasang dan
mengaktifkan AIS Kelas B adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling
rendah GT 60.
Pengawasan penggunaan AIS dilakukan
oleh petugas Stasiun VTS, petugas SROP, pejabat pemeriksa keselamatan Kapal,
dan pejabat pemeriksa kelaiklautan Kapal Asing.
Adapun sesuai Peraturan Presiden
R.I. Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan
Secara Ilegal (ILLEGAL FISHING). Satuan Tugas 115 memiliki tugas mengembangkan
dan melaksanakan operasi penegakan hukum.
Dalam upaya pemberantasan
penangkapan ikan secara ilegal di wilayah laut yurisdiksi Indonesia secara
efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil dan peralatan
operasi, meliputi kapal, pesawat udara, dan teknologi lainnya. (SAFIRA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar