Jakarta
(wartalogistik.com) – DPP Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) sejak Senin (
22/10) mulai menindaklanjuti aduan 15 pelaut kapal ikan yang dipulangkan ke
tanah air secara sepihak ketika bekerja di kapal ikan di China pada tanggal 18 Oktober
lalu.
Langkah
pertama dengan mendatangani kantor Kementerian
Tenaga Kerja (Kemnaker), untuk melaporkan
masalah yang dihadapi ke 15 pelaut itu. Pihak DPP PPI yang datang bersama
pelaut itu adalah Ketua Advokasi, Hukum dan HAM,
Imam Syafi’I dan Wakil Sekretaris,
Syofyan.
Sebelum ke
Kemnaker, kata Imam Syafi’i, pihaknya sudah
menghubungi BNP2TKI ( Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia ) agar mempertemukan dengan pihak
perusahaan yang memberangkatkan pelaut tersebut. Namun informasi dari pihak
BNP2TKI, pihak PT. MSI sebagai penyalur pelaut tersebut belum bisa bertemu. Dan tidak
ada informasi mengenai kapan adanya waktu pertemuan.
“Karena
belum ada kejelasan waktu kapan pertemuan pihak pelaut dengan pihak penyalurnya, maka kami bersama pelaut kapal ikan
itu ke kantor Kemenaker,” kata Imam Syafi’i di kantornya, Jakarta Utara, Senin sore (22/10).
Di Kemnaker,
pihak DPP PPI bersama pelaut menemui jajaran di Direktorat Jenderal Pembinaan
Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta & PKK).
Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK), dan Direktorat Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen
Binwasnaker & K3).
Di Ditjen
Binapenta & PKK, pihak PPI meminta untuk menindak perusahaan yang menempatkan pekerja
migran Indonesia, pelaut perikanan yang tidak
memiliki izin dari Kemnaker. Dengan pihak Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK) meminta penyelesaian hak-hak
pelaut mengenai jaminan social kerjanyanya.
Terhadap Direktorat Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen
Binwasnaker & K3) meminta untuk
memperketat pengawasan dan penegakan hukum terkait penyalur ABK Perikanan yang
sebelum berangkat tidak diikutsertakan program jaminan sosial tenaga kerja.
“PPI juga sudah
melayangkan panggilan bipatrit pertama pada hari Senin juga, dan meminta pihak
PT MSI datang ke Sekretariat DPP PPI pada hari Rabu (23/10) dalam rangka
memusyawarahkan masalah pelaut yang dikirim ke China. Jika Rabu tidak hadir,
maka kami panggil untuk kedua kalinya,” kata Imam Syafi’i.
Jika panggilan
kedua tidak hadir juga, sambung Imam Syafi’i, maka DPP PPI akan mencatatkan perselisihannya ke Ditjen PHI JSK, Kemnaker sesuai
dengan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubung
Industrial.
“Kami berupaya semaksimalnya
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi ke 15 pelaut ini agar
hak-haknya selama bekerja diterima, “ kata Imam Syafi’i.
Sebagaimana
diberitakan sebelumnya, 15 pelaut itu bekerja sejak bulan April 2018 pada
tiga kapal di China yakni kapal Fu Yuan Yu 058, Fu Yuan Yu 055, dan Fu Yuan Yu
054. Penyalurnya PT MSI yang beralamat di Bekasi, Jawa Barat.
Dalam perjanjian
kerja laut (PKL) disebutkan upah setiap pelaut sebesar US $ 400. Tapi setelah
bekerja selama 6 bulan upah mereka tidak dibayarkan. Para pelaut mengetahui upahnya tidak di bayar
pada akhir bulan September ketika kapal sandar di pelabuhan yang berada di kota
Xiamen, setelah selama 6 bulan mencari ikan di perairan Jepang.
Para pelaut itu pun meminta upah yang belum dibayarkan pada pihak perusahaan. Namun bukannya diberikan upah, malah dipulangkan. (Abu
Bakar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar